Adab-Adab Berhubungan Intim (Jima') Antara Suami dan Istri Dalam Islam
Islam adalah agama yang paripurna
mengatur segala aspek kehidupan, termasuk dalam aspek hubungan intim
(jima') antara suami dan istri. Berikut ini adab-adab berhubungan intim
(jima') antara suami dan istri yang disarikan dari berbagai sumber :
Menyiapkan Diri Dengan Membersihkan Badan
Menyiapkan diri untuk bertemu
pasangan dengan mengkondisikan tubuh dalam keadaan bersih (dengan mandi
dan gosok gigi) adalah bagian dari adab jima’ sekaligus membuat suami
atau istri lebih tertarik. Sebaliknya, tubuh yang tidak bersih cenderung
mengganggu dan menurunkan daya tarik.
Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Memakai Wewangian
Memakai wewangian adalah satu sunnah Rasulullah Saw.
Beliau bersabda: “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi).
Bagi istri, memakai parfum/wewangian
yang dianjurkan adalah saat-saat seperti ini, bukan pada waktu keluar
rumah yang justru dilarang Rasulullah.
“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina” (HR Ahmad)
Yang perlu diperhatikan di sini
ialah, aroma atau jenis wewangian yang dipakai hendaknya yang disukai
suami atau istri. Sebab, ada suami atau istri yang tidak menyukai aroma
wewangian tertentu. Wewangian yang tepat membuat hasrat suami atau istri
semakin meningkat.
Berdandan
Baik istri maupun suami ada baiknya
berdandan atau berpakaian sesuai dengan apa yang disukai pasangannya.
Adakalanya istri malu memakai pakaian minim yang disukai suaminya.
“Sebaik-baik istri kalian adalah yang pandai menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat. Yakni keras menjaga kehormatan dirinya lagi pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR. Ad Dailami).
Jima’ di Tempat Tertutup
Islam mengatur kehidupan umat
manusia agar kehormatan dan kemuliaannya terjaga. Demikian pula dengan
jima’. Ia harus dilakukan di tempat tertutup, tidak diketahui oleh orang
lain meskipun ia adalah anak atau keluarga sendiri. Karenanya saat anak
berumur 10 tahun, Islam mensyariatkan untuk memisahkan kamar anak-anak.
Kamar anak laki-laki terpisah dari kamar anak perempuan.
Gaulilah Ditempat yang Ditentukan
Gaulilah istri pada tempat yang
ditentukan yaitu farji (kemaluan), dan diperbolehkan menggaulinya dari
arah mana saja yang penting di kemaluannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
( نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ) (البقرة:223)
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu
berkata:”Dahulu orang-orang Yahudi berkata:’Apabila seseorang menggauli
istrinya pada kemaluannya dari arah belakang maka anaknya (apabila
lahir) akan juling! Maka turunlah firman Allah:
( نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم )
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( مقبلة ومدبرة إذا كان ذلك في الفرج ) رواه البخاري ومسلم .
”Dari depan maupun belakang (boleh dilakukan) apabila hal itu pada kemaluannya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Adapun menggauli istri pada duburnya
maka itu adalah perbuatan yang diharamkan, tidak boleh dilakukan, dan
menyalahi fithrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( من أتى حائضاً أو امرأة في دبرها أو كاهناً فصدقه بما يقول، فقد كفر بما أنزل على محمد ) رواه أبو داود
”Barang siapa menggauli (jima’) perempuan (istrinya) haidh atau pada duburnya atau mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”(HR. Abu Dawud)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( ملعون من يأتي النساء في محاشِّهن ). رواه ابن عدي و صححه الألباني في آداب الزفاف.Berdoa Sebelum Jima’
”Terlaknatlah orang yang menggauli wanita di duburnya”(HR. Ibnu ‘Adi rahimahullah dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Adabuz Zifaf)
Yakni membaca doa:
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا“Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan syetan agar tidak mengganggu apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:Jangan Disebarkan Apa yang Terjadi Antara Kalian Berdua di Ranjang
( لو أن أحدهم إذا أراد أن يأتي أهله قال: بسم الله اللهم جنبنا الشيطان، وجنب الشيطان ما رزقتنا. فإنه إن يُقدر بينهما ولد في ذلك لم يضره شيطانٌ أبداً ) رواه البخاري ومسلم
”Sesungguhnya apabila seseorang ingin mengauli istrinya (jima’) mengucapkan:”(Doa di atas) Maka apabila ditaqdirkan untuk keduanya seoarang anak dalam hubungan itu (jima’) maka syetan tidak akan mengganggunya selama-lamanya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Kebanyakan orang mengira bahwa
menyebarkan atau menceritakan apa yang terjadi antara suami istri di
ranjang adalah sesuatu yang boleh, dan sebagian yang lain menganggap
bahwa hal itu adalah bentuk kejantanan, bahkan di antara wanita ada yang
menceritakan hal itu kepada anak-anak. Dan tidak diragukan lagi bahwa
hal itu adalah sesuatu yang diharamkan dan pelakunya adalah termasuk
manusia yang paling buruk. Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( إن من أشرِّ الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجلُ يُفضي إلى امرأته وتُفضي إليه ثم ينشر سرها ) رواه مسلم .
”Sesungguhnya yang termasuk manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya lalau dia menceritakan rahasianya (jima’ tersebut)”(HR Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah
berkata:”Dan dalam hadits ini ada pengharaman bagi seorang laki-laki
menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa
jima’, dan menceritakan secara detail hal itu dan apa yang terjadi
dengan perempuan pada kejadian itu (jima’) berupa ucapan (desahan)
maupun perbuatan dan yang lainnya. Adapun sekedar menyebutkan kata
jima’, apabila tidak ada faidah dan keperluan di dalamnya maka hal itu
makruh karena bertentangan dengan muru’ah (kehormatan diri). Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
( من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت )
”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) diam.”
Adapun apabila ada keperluan atau
faidah untuk membicarakannya, seperti untuk mengingkari keengganan suami
dari istrinya, atau istri menuduh suami tidak mampu jima’ (lemah
syahwat) dll maka hal ini tidak makruh. Sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam:”Sungguh aku dan orang ini (istrinya) telah
melakukannya” Dan beliau juga bersabda:”Apakah engkau melakukan
hubungan intim”. Wallahu A’lam. Selesai perkataan imam Nawawi.
Cumbu Rayu dan Pemanasan
Benar, cumbu rayu dan pemanasan
adalah salah satu adab yang hendaknya diperhatikan. Banyak sekali para
suami yang tidak memperhatikan masalah ini, yang terpenting bagi mereka
hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja dan mereka lupa bahwa
rayuan dan pemansan (foreplay) sebelum jima’ memiliki pengaruh yang
besar dalam membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan keingannya
untuk berhubungan intim supaya dia (istri) benar-benar siap untuk jima’
dan berbagi kenikmatan jima’ dengan suaminya. Adapun apabila sang suami
langsung berjima’ tanpa melakukan foreplay, bisa jadi dia telah selesai
menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak
kenikmatan atau belum mendapatkannya.
Ibnu Qudamah
rahimahullah:”Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu
istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan
dia mendapatkan kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya. Dan telah
diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azizrahimahullah bahwasanya dia
berkata:”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah
mendapatkan syahwat seperti yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak
mendahului dia menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan
kenikmatan sedangkan istrimu tidak).
Dan termasuk bentuk cumbu rayu
adalah berciuman, memainkan dada (payudara), dan bersentuhan kulit
dengan kulit. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mencium
istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepada Jabirradhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda:
“فهلا بكراً تلاعبها وتلاعبك” (رواه الشيخان)، ولمسلم “تضاحكها وتضاحكك”Tidak Selesai Sendirian
”Kenapa tidak gadis (yang engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” (HR. Biukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?”
Sangat dianjurkan bagi pasangan
suami istri yang melakukan jima' untuk mencapai puncak bersama, atau
setidaknya tidak meninggalkan pasangannya kecuali setelah sama-sama
mendapatkan puncak kenikmatannya.
Dan hal itu merupakan anjuran yang dijelaskan di dalam salah satu hadits nabi :
إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَصْدُقْهَا، ثُمَّ إِذَا قَضَى حَاجَتَهُ قَبْل أَنْ تَقْضِيَ حَاجَتَهَا فَلاَ يُعْجِلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ حَاجَتَهَا
Bila salah seorang dari kalian melakukan jima' dengan istrinya, maka lakukan dengan sungguh-sungguh. Bila sudah terpuaskan hajatnya namun istrinya belum mendapatkannya, maka jangan tergesa-gesa (untuk mengakhirinya) kecuali setelah istrinya mendapatkannya juga. (HR. Ahmad)
’Azl Diperbolehkan
Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya An-Nidzam Al-Ijtimai'i berpendapat kebolehan 'Azl.
كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فبلغ ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا . رواه البخاري ومسلم .
”Dahulu kami melakukan ‘Azl pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu hal tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak melarangnya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Makna ‘Azl adalah seorang laki-laki
mencabut kemaluannya dari kemaluan istrinya (ketika hubungan intim)
sebelum dia mengeluarkan air mani, lalu dia mengeluarkan maninya di
luar.
Mencuci Kemaluan dan Berwudhu Jika Mau Mengulangi
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)
Mandi Besar (Janabah) Setelah Jima’
Maka kapan saja terjadi pertemuan
antara dua kemaluan (walaupun tidak keluar mani), atau keluar mani maka
wajib untuk mandi junub, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
( إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ ) وفي رواية : ( مسّ الختان الختان ) فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْل ) رواه مسلمDemikian beberapa adab-adab berhubungan intim/ber jima' antara suami dan istri dalam Islam yang diramu dari berbagai sumber [visimuslim.com]
”Apabila kemaluan (laki-laki) melewati kemaluan (perempuan)” dan dalam riwayat yang lain:”kemaluan menyentuh kemaluan maka wajib mandi.”(HR.Muslim)
0 komentar
Posting Komentar