Hukum Memakai Cincin bagi Laki-laki
Telah sampai pertanyaan kepada kami tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan memakai cincin bagi laki-laki.
Berikut beberapa hal yang berkaitan
dengan pertanyaan tersebut, yang kami bagi berdasarkan sub judul dari
masing-masing penjelasan yang dirangkum dari berbagai sumber.
Hukum memakai cincin kawin atau cincin pertunangan
Telah diajukan pertanyaan seputar
masalah ini kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin
rahimahullah. Dan beliau berfatwa:
"Cincin tunangan adalah ungkapan dari
sebuah cincin (yang tidak bermata). Pada asalnya, mengenakan cincin
bukanlah sesuatu yang terlarang kecuali jika disertai i'tiqad
(keyakinan) tertentu sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang.
Seseorang menulis namanya pada cincin yang dia berikan kepada tunangan
wanitanya, dan si wanita juga menulis namanya pada cincin yang dia
berikan kepada si lelaki yang melamarnya, dengan anggapan bahwa hal ini
akan menimbulkan ikatan yang kokoh antara keduanya. Pada kondisi seperti
ini, cincin tadi menjadi haram, karena merupakan perbuatan bergantung
dengan sesuatu yang tidak ada landasannya secara syariat maupun inderawi
(tidak ada hubungan sebab akibat).
Demikian pula, lelaki pelamar tidak
boleh memakaikannya di tangan wanita tunangannya karena wanita tersebut
baru sebatas tunangan dan belum menjadi istrinya setelah lamaran
tersebut. Maka wanita itu tetaplah wanita ajnabiyyah (bukan mahram)
baginya, karena tidaklah resmi menjadi istri kecuali dengan akad nikah."
(sebagaimana dalam kitab Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 113, dan Fatawa
Al-Mar'ah Al-Muslimah, hal. 476)
Senada dengan syaikh Utsaimin,
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab: "Seorang lelaki
tidak boleh mengenakan emas baik berupa cincin atau perhiasan yang lain
dalam keadaan apapun. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengharamkan emas atas kaum laki-laki umat ini. Dan beliau melihat
seorang lelaki yang mengenakan cincin emas di tangannya maka beliaupun
melepas cincin tersebut dari tangannya. Kemudian beliau berkata:
يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَضُعَهَا فِي يَدِهِ؟
"Salah seorang kalian sengaja mengambil bara api dari neraka lalu meletakkannya di tangannya?"
Maka, seorang lelaki muslim tidak boleh
mengenakan cincin emas. Adapun cincin selain emas seperti cincin perak
atau logam yang lain, maka boleh dikenakan oleh laki-laki, meskipun
logam tersebut sangat berharga.
Mengenakan cincin tunangan bukanlah adat
kaum muslimin (melainkan adat orang-orang kafir). Apabila cincin itu
dipakai disertai dengan i'tiqad (keyakinan) akan menyebabkan terwujudnya
rasa cinta antara pasangan suami istri dan jika ditanggalkan akan
memengaruhi langgengnya hubungan keduanya, maka yang seperti ini
termasuk syirik.(Syirik kecil). Dan ini merupakan keyakinan jahiliyah.
Maka, tidak boleh mengenakan cincin tunangan dengan alasan apapun, karena:
- Merupakan perbuatan taqlid (membebek) terhadap orang-orang yang tidak ada kebaikan sedikitpun pada mereka (yakni orang-orang kafir), di mana hal ini adalah adat kebiasaan yang datang ke tengah-tengah kaum muslimin, bukan adat kebiasaan kaum muslimin.
- Apabila diiringi dengan i'tiqad akan memengaruhi keharmonisan suami istri maka termasuk syirik.
Wala haula wala quwwata illa billah. (Fatawa Al-Mar'ah Al-Muslimah, hal. 476-477)
Larangan Memakai Emas Bagi Kaum Lelaki
Diriwayatkan dari ibnu Laila, ia
berkata, "Hudzaifah pernah ditugaskan di al-Mada'in. Pada suatu ketika
ia meminta minum Dihqaan datang dengan membawa air dalam gelas yang
terbuat dari perak. Hudzaifah melempar Dihqaan dengan gelas perak
tersebut lalu berkata, "Sesungguhnya aku melemparnya karena ia sudah
pernah aku larang namun masih saja ia lakukan. Sesungguhnya Rasulullah
sholallohu 'alaihi wasallam bersabda, 'Emas, perak, sutra, dan sutra
dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kalian nanti di
akhirat'," (HR Bukhari [5632] dan Muslim [2067]).
Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azib
radhiyallohu'anhuia berkata, "Nabi sholallohu 'alaihi wasallam
memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dengan tujuh
perkara. Beliau menyuruh kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang
sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, membenarkan
sumpah, menjawab salam dan mengucapkan tasymit atas orang-orang bersin.
Beliau melarang kami memakai bejana perak, cincin emas, kain sutra,
sutra dibaaj, kain qasy dan kain istibraq," (HR Bukhari [1239] dan
Muslim [2066]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallohu'anhudari Nabi sholallohu 'alaihi wasallam, "Bahwasanya
beliau melarang memakai cincin dari emas," (HR BUkhari [5864] dan Muslim
[2089]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallohu'anhubahwasanya Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
pernah melihat seorang laki-laki memakai cincin emas, lalu beliau
menanggalkannya dan membuangnya seraya bersabda, "Apakah salah seorang
dari kalian ada yang berani dengan sengaja mengambil bara neraka lalu ia
letakkan di tangannya?"
Setelah Rasulullah sholallohu 'alaihi
wasallam pergi, kemudian dikatakan kepada laki-laki itu, "Ambil kembali
dan manfaatkan cincinmu itu." Laki-laki itu berkata, "Demi Allah,
selamanya aku tidak akan mengambil kembali apa yang tleah dibuang
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam," (HR Muslim [2090]).
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib
radhiyallohu'anhubahwasanya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam melarang
memakai pakaian yang bergaris sutra dan yang dicelup dengan warna
kuning, memakai cincing emas dan membaca al-Qur'an ketika ruku'," (HR
Muslim [2078]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
radhiyallohu'anhu bahwasanya Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
pernah membuat cincin dari emas dan ketika memakainya beliau meletakkan
bagian mata cincinnya di bagian telapak tangan. Maka orang-orang pun
ikut membuat cincin seperti itu. Kemudian di saat duduk di atas mimbar,
beliau menanggalkan dan bersabda, "Sesungguhnya aku dulu memakai cincin
ini dan aku letakkan mata cincinnya di bagian telapak tangan." Lalu
beliau membuang cincin itu dan kembai bersabda, "Demi Allah aku tidak
akan memakai cincin ini selamanya." Maka orang-orangpun ikut membuang
cincin mereka, (HR Bukhari [5868] dan Muslim [2091]).
Diriwayatkan dari Abu Tsa'labah
al-Khusyani radhiyallohu'anhubahwasanya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam
melihat di tangan Abu Tsa'labah ada sebentuk cincin. Lalu beliau
memukul-memukul cincin itu dengan sebatang tongkat yang ada di
tangannya. Tatkala Nabi sholallohu 'alaihi wasallam lengah ia segera
membuang cincin itu. Kemudian Nabi sholallohu 'alaihi wasallam kemblai
melihat ke tangan Tsa'labah dan ternyata cincin itu sudah tidak ada
lagi. Lantas Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Ternyata kami
telah menyakitimu dan membuatmu rugi," (Shahih, HR Ahmad [IV/195]).
Diriwayatkan dari Salim bin Abi al-Ja'd
dari seorang laki-laki kalangan kami dari suku asyja', ia berkata,
"Rasululah sholallohu 'alaihi wasallam melihatku memakai cincin dari
emas. Lalu beliau menyuruhku untuk membuangnya. Maka akupun membuangnya
sampai sekarang ini," (Shahih, HR Ahmad [IV/260]).
Ada beberapa hadits lain dalam bab ini dari Umar, Imran, Abdullah bin Amr, Buraidah dan Jabir bin Abdillah radhiyallohu'anhu.
Kandungan Bab:
- Hadits-hadits yang tercantum di bawah bab ini merupakan nash yang mengharamkan emas, khususnya cincin emas bagi kaum laki-laki.
- Adapun hadits yang mencantumkan bahwa Nabi sholallohu 'alaihi wasallam memakai cincin emas adalah hadits yang mansukh.
Al-Baghawi berkata dalam kitabnya
Syarhus Sunnah (57-58) sebagai komentar terhadap hadits Ibnu Umar
radhiyallohu'anhu "Hadits mencakup dua perkara yang kemudian hukumnya
berubah.
- Memakai cincin emas, kemudian hukumnya berubah menjadi haram untuk kaum laki-laki.
- Memakai cincin di sebalah kanan, kemudian pada akhirnya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam memakainya di sebelah kiri.
Al-Hafid Ibnu Hajar berakta dalam
kitabnya Fathul Baari (X/318), "Hadits Ibnu Umar merupakan bukti
dimansukhkannya pembolehan memakai cincin apabila cincin tersebu terbuat
dari emas."
3. Dibolehkan menjual cincin emas dan
memanfaatkan hasis penjualannya. Oleh karena itu para sahabat berkata
kepada laki-laki tersebut, "Ambil kembali cincinmu dan manfaatkanlah."
Apa Hikmah Pengharaman Memakai Emas bagi Laki-Laki?
Ketahuilah illat (sifat (alasan) yang
tampak dan tetap yang dibangun diatasnya sebuah hukum) dalam hukum
syariat bagi setiap orang mukmin adalah firman Allah dan sabda
Rasul-Nya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah
sesat, sesat yang nyata".(Al-Ahzab:36).
Maka siapapun yang bertanya kepada kami
(Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali) tentang kewajiban sesuatu atau
pengharamannya, maka hukumnya ditetapkan berdasarkan Al-Kitab dan
Sunnah. Kami katakan, "Alasan, illat, dalam hal ini adalah firman Allah
atau sabda Rasul-Nya Shallallhu Alaihi wa Sallam, dan illat itu cukup
bagi setiap mukmin. Maka dari itu ketika Aisyah radhiyallahu anha
ditanya mengapa orang haidh itu harus mengqadha puasa dan tidak
mengqadha sholat? Aisyah menjawab, "Itulah yang diperintahkan kepada
kita, kita diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan
untuk mengqadha sholat." Karena nash dari Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya, menjadi illat yang wajib bagi setiap mukmin. Tetapi tidak
apa-apa jika manusia mencari illat lain dan mencari hikmah dari
hukum-hukum Allah, karena hal itu akan menambah ketenangan dan akan
menampakkan ketinggian syariat Islam, yang mana setiap hukum selalu
disertai dengan illat-illat-nya. Di samping itu juga memungkinkan
terjadinya kiyas jika illat hukum yang dinashkan itu bisa diterapkan
pada masalah lain yang tidak dinashkan. Maka mengetahui hikmah
syar'iyyah memiliki tiga faedah.
Setelah itu, kami akan menjawab
pertanyaan penannya tentang pengharaman pemakaian emas bagi laki-laki
dan tidak haram bagi wanita berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallhu
Alaihi wa Sallam.
Alasan logisnya karena emas adalah
perhiasan yang paling mahal bagi manusia dan tujuan pemakaiannya adalah
untuk berhias dan berdandan, sedangkan laki-laki tidak diciptakan untuk
kepentingan itu. Atau laki-laki bukanlah makhluk yang menjadi sempurna
karena sesuatu yang lain, tetapi laki-laki sempurna dengan dirinya
sendiri karena dia punya kejantanan dan karena laki-laki tidak perlu
berhias untuk menarik orang lain.
Berbeda dengan wanita, karena wanita
memiliki sifat kurang maka dia perlu sesuatu yang lain untuk
menyempurnakan keindahannya dan karena wanita perlu berhias dengan
berbagai macam perhiasan yang mahal, sehingga hal itu mendorong mereka
mau bergaul dengan sesama wanita dan istri-istri yang lain. Maka dari
itu diperbolehkan bagi wanita untuk berhias dengan emas dan tidak
diperbolehkan bagi laki-laki. Mengenai wanita ini, Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, "Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang
dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi
alasan yang terang dalam pertengkaran."(Az-Zukhruf:18).
Dengan demikian jelaslah hukum syariat tentang haramnya memakai emas bagi laki-laki.
Pada kesempatan istimewa ini saya(Syaikh
Salim bin 'Ied al-Hilali) ingin menyampaikan kepada para lelaki yang
memakai perhiasan emas, bahwa mereka telah berbuat maksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya, merendahkan dirinya sendiri kepada sifat-sifat
kewanitaan, dan meletakkan kayu bakar api neraka ditangannya sendiri.
Seperti yang diriwayatkan dari Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam tentang
masalah ini, maka hendaklah mereka bertaubat kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Jika mereka mau berhias, hendaklah berhias dengan perak dalam
batas-batas yang disyariatkan, karena berhias dengan perak hukumnya
boleh. Begitu juga barang-barang tambang lain selain emas, boleh
dipakai, baik berupa cincin maupun yang lainnya, selama tidak melampaui
batas.
Larangan Memakai Cincin dari Besi Murni
Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari
kakeknya bahwasanya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam pernah melihat
sebagian sahabat memakai cincin emas, lalu beliau berpaling dari mereka.
Maka para sahabat membuang cincin itu dan menggantikannya dengan cincin
dari besi. Lantas Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Cincin itu lebih jelek dan merupakan perhiasan penghuni neraka,"
(Shahih lighairihi, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [1041]).
Lalu mereka membuang cincin tersebut dan
memakai cincin dari perak sementara Rasulullah sholallohu 'alaihi
wasallam tidak memberikan komentarnya.
Kandungan Bab:
1. Haram hukumnya memakai cincin dari
besi karena beliau mengatakan cincin besi lebih jelek daripada cincin
emas. Diantara yang berpendapat haramnya cincin besi adalah Umar bin
Khattab r.a. Ia pernah melihat seseorang memakai cincin emas dan
memerintahkan orang itu untuk membuangnya. Kemudian orang itu berkata,
"Ya amirul mukminin, yang aku pakai ini cincin besi." Lalu umar berkata,
"Cincin besi lebih busuk, lebih busuk," (Shahih, HR Abdurrazaq
[19473]).
Termasuk yang berpendapat haramnya
cincin besi adalah Imam Malik. Ibnu Wahb berkata, "Malik bin Anas
berkata kepadaku tentang cincin besi dan tembaga, 'Aku masih mendengar
bahwa cincin besi itu dibenci. Adapun selain itu tidak'," (lihat
al-Jami' [601], karya Ibnu Wahb).
Demikian juga Imam Ahmad, Ishaq bin Rohawaih sebagaimana yang tertera dalam kitab Masa'il al-Marwazi (424).
Ishaq bin Manshur al-Marwazi bertanya
kepada Imam Ahmad, "Apakah cincin emas dan besi itu dibenci?" Dia
menjawab, "Benar, demi Allah." Ishaq juga berkata sebagaimana yang
dikatakan oleh Imam Ahmad.
Maksud para Imam dari kata dibenci adalah diharamkan. Allahu a'lam.
2. Apa yang tertera dalam kitab Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Shal bin Sa'id tentang kisah
wanita yang menghibahkan dirinya dan nabi sholallohu 'alaihi wasallam
bersabda kepada seorang laki-laki yang ingin meminang wanita tersebut
tetapi tidak memiliki mahar, "Cari apa saja yang dapat dijadikan mahar
walaupun sebentuk cincin besi." Bukan berari pembolehan memakai cincin
besi, sebagaimana yang dikatakan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari
(X/323), "Adapun berdalilkan dengan hadits ini untuk membolehkan
memakai cincin besi merupakan pendalilan yang keliru. Sebab
dibolehkannya mengambil cincin besi menjadi mahar tidak berarti
dibolehkan memakainya. Kemungkinan beliau bermaksud dengan adanya cincin
besi tersebut si wanita dapat memanfaatkan hasil penjualan cincin itu."
Saya(Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali)
katakan, "Ini merupakan bukti diharamkannya bagi kaum laki-laki memakai
cincin emas namun dibolehkan memanfaatkan hasil penjualannya sebagaimana
yang telah disinggung."
3. Adapun hadits Mu'aqib
radhiyallohu'anhubahwa ia berkata, "Cincin Nabi sholallohu 'alaihi
wasallam terbuat dari besi yang dibalut dari perak." Ia juga berkata,
"Terkadang cincin tersebut ada di tanganku." Ibnu Harits berkata, "Waktu
itu Mua'qib adalah orang yang dipercaya memegang cincin beliau." tidak
bertentangan dengan hadits bab. Sebab pengharaman tersebut jika cincin
ini terbuat dari besi murni (bukan campuran).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam
Fathul Baari (X/232), "Jika hadits ini shahih maka hadits yang
menunjukkan larangan diartikan jika cincin tersebut terbuat dari besi
murni."
Hadits Abu Sa'id al-Khudri dengan sanad
yang marfu', "Cincin apa yang harus aku pakai." Beliau menjawab, "Cincin
besi atau perak." adalah hadits dhaif. Didhaifkan oleh al-Hafidz Ibnu
Rajab dan syaikh kami.
Larangan Memakai Cincin di Jari Tengah dan Telunjuk
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib
radhiyallohu'anhuia berkata, "Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
pernah berkata kepadaku, "Wahai Ali, mintalah hidayah dan jalan yang
yang lurus kepada Allah." Beliau juga bersabda agar aku jangan memakai
cincin di jari ini dan ini.' Lalu Ali mensyaratkan jari telunjuk dan
tengahnya," (Shahih, HR Ibnu Majah [3647]).
Kandungan Bab:
- Larangan memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah.
- Dalam beberapa hadits ada yang menunjukkan memakai cincin pada tangan kanan dan hadits lain pada tangan kiri. Oleh karena itu terjadi perselisihan pendapat yang sangat hebat di kalangan ulama, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (X/327). Kemudian al-Hafidz menyimpulkan dengan membolehkan memakai cincin pada tangan kanan dan kiri. Pendapat inilah yang dipegang oleh Syaikh kami -hafidzullah- dalam kitab Mukhtashar asy-Syama'il Muhammadiyyah halaman. 62.
Larangan Mengukir Cincin dengan Ukiran Cincin Rasulullah Sholallohu 'alaihi wasallam
Dari 'Abdullah bin 'Umar
radhiyallohu'anhuia berkata, "Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
menempa cincin dari emas kemudian beliau membuangnya. Setelah itu beliau
menempa cincin dari perak dan mengukirnya dengan tulisan 'Muhammad
Rasulullah', beliau bersabda, 'Jangan ada seorang pun mengukir cincinnya
seperti ukiran cincinku ini'," (HR Muslim [2091]).
Dari Anas bin Malik r.a. bahwasanya
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam menempa cicin dari perak dan
mengukirnya dengan tulisan, 'Muhammad Rasulullah' kemudian beliau
berkata, "Sesungguhnya aku telah menempa cincin dari perak dan aku
mengukirnya dengan tulisan Muhammad Rasulullah. Maka janganlah seorang
pun mengukir cincinnya dengan tulisan tersebut," (HR Bukhari [5977] dan
Muslim [2092]).
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya mengukir cincin dengan ukiran atau tulisan yang terdapat pada cincin Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
- Sebagian ahli ilmu membolehkannya bagi para khalifah, sultan dan para qadhi untuk mengukir cincin mereka dengan tulisan nama mereka.
- Sebagian ahli ilmu memakruhkan ukiran cincin yang bertuliskan Asma' Allah karena khawatirkan akan dibawa ke tempat-tempat yang najis, seperti saat beristinja' dan lainnya. Hanya saja mereka mengatakan, "Jika tidak ada kekhawatiran demikian, maka tidaklah makruh, wallaahu a'lam."
Sumber:
- Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/251-259.
- Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 223
- Kitab Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 113, dan Fatawa Al-Mar'ah Al-Muslimah, hal. 476
0 komentar
Posting Komentar