HUKUM MEMAKAI GELANG KAKI BAGI WANITA
Telah dimaklumi bahwa
Allah ta`ala menciptakan wanita dgn tabiat senang berhias. Dan dgn
kemurahan-Nya Dia membolehkan wanita memakai seluruh perhiasan yg ada
selama tdk ada dalil yg melarang dan membolehkan wanita menempuh
cara-cara yg diperkenankan oleh syariat guna mempercantik dan menghias
dirinya.
Namun di sana ada sisi yg tdk boleh diabaikan.
Syariat menetapkan wanita adl aurat sebagaimana disabdakan Rasul yg mulia shallallahu ‘alaihi wasallam:
}
“Wanita itu adl aurat mk bila ia keluar rumah setan menyambutnya. “
Yang nama aurat berarti membuat malu bila terlihat oleh orang lain
hingga perlu dijaga dgn baik. Karena wanita adl aurat berarti suatu hal
yg mengundang malu bila ia terlihat oleh lelaki yg bukan mahram apalagi
bila terlihat dlm keadaan berhias. Dengan demikian wanita tdk
diperbolehkan menampakkan perhiasan di hadapan lelaki yg bukan mahram.
Bahkan ia harus menutupi khusus ketika keluar rumah dan ketika
berhadapan dgn pandangan lelaki krn menampakkan perhiasan di hadapan
mereka dapat mengundang fitnah.
Allah melarang wanita utk
memperdengarkan suara dari perhiasan yg tersembunyi di balik baju apatah
lagi tentu bila menampakkan wujud perhiasan yg sedang dikenakan. Dia yg
Maha Suci berfirman:
لاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يَخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ﴾
“Dan janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.”
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Janganlah seorang wanita
menghentakkan kaki ketika berjalan utk memperdengarkan suara gelang kaki
yg dikenakan krn memperdengarkan suara perhiasan yg sedang dipakai sama
dgn memperlihatkan wujud perhiasan tersebut bahkan lebih. Sasaran dari
pelarangan ini adalah agar wanita menutup diri .” Beliau melanjutkan:
“Siapa di antara wanita yg melakukan hal ini karena bangga dengan
perhiasan yg dipakai mk perbuatan tersebut makruh. Dan bila ia melakukan
dengan maksud tabarruj dan sengaja menunjukkan kepada kaum lelaki maka
ini haram lagi tercela.”
Dalam ayat lain Allah ta`ala melarang kaum wanita utk keluar rumah dgn ber-tabarruj
وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj sebagaimana tabarruj orang2 jahiliyyah yg dahulu.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menafsirkan
ayat di atas dgn ucapannya: “Yakni kalian jangan banyak keluar rumah dgn
berdandan dan memakai wewangian seperti kebiasaan orang2 jahiliyyah
dahulu yg mereka itu tdk memiliki ilmu dan tdk pula memiliki agama.”
Dalam Islam wanita diperintah utk berhijab ketika berhadapan dgn lelaki
yg bukan mahram sama saja apakah di luar rumah ataupun di dlm rumah.
Ayat Allah telah berbicara tentang hijab ini.
﴿ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ
بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ
أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوْ التَّابِعِينَ
غَيْرِ أُوْلِي اْلإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوْ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ
جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾.
“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan
pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan
menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yg biasa tampak dari .
Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher
mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan
suami-suami mereka atau ayah-ayah mereka atau ayah-ayah suami mereka
atau di hadapan putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau di
hadapan saudara laki2 mereka atau putra-putra saudara laki2 mereka atau
putra-putra saudara perempuan mereka atau di hadapan wanita-wanita
mereka atau budak yg mereka miliki atau laki2 yg tdk punya syahwat
terhadap wanita atau anak laki2 yg masih kecil yg belum mengerti aurat
wanita. Dan jangan pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika
berjalan di hadapan laki2 yg bukan mahram agar diketahui perhiasan yg
mereka sembunyikan dan hendaklah kalian semua bertaubat kepada Allah
wahai kaum mukminin semoga kalian beruntung.”
Allah ta`ala dlm ayat
di atas memerintahkan kaum wanita agar jangan memperlihatkan perhiasan
mereka kecuali di hadapan beberapa orang yg disebutkan dlm ayat. Semua
ini dlm rangka berhati-hati dari fitnah. Kemudian Allah mengecualikan
perhiasan yg boleh ditampakkan yaitu perhiasan luar yg biasa nampak dan
tdk mungkin ditutupi. Karena memang perhiasan wanita itu ada yg dzahir
dan ada yg batin . Perhiasan dzahir boleh dilihat oleh semua orang baik
dari kalangan mahram maupun ajnabi adapun yg batin mk tdk halal
ditampakkan kecuali di hadapan orang2 yg Allah sebutkan dlm ayat di
atas. Manusia berselisih pendapat tentang batasan perhiasan luar seorang
wanita.
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah
menyatakan: ‘Jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yg biasa
tampak dari ‘ yakni para wanita tdk boleh menampakkan sesuatu dari
perhiasan kepada lelaki ajnabi kecuali perhiasan yg tdk mungkin
disembunyikan seperti rida dan tsiyab yg dikatakan Ibnu Mas’ud.”
Allah ta`ala berfirman kepada Nabi-Nya:
﴿ يَاأَ يُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا ﴾.
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta
wanita-wanita kaum mukminin hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab
mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lbh pantas bagi mereka
utk dikenali hingga mereka tdk diganggu. Dan adl Allah Maha Pengampun
lagi Penyayang.”
Allah berfirman kepada kaum mukminin:
﴿ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi mk mintalah dari
balik tabir. Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan
hati-hati mereka.”
Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkisah tentang
awal mula turun perintah hijab ini: Aku berusia sepuluh tahun tatkala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah. mk mulailah
aku melayani beliau sampai waktu sepuluh tahun dari akhir kehidupan
beliau. Aku adl orang yg paling tahu saat diturunkan perintah hijab
bertepatan dgn pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dgn
Zainab bintu Jahsyin. Pagi hari setelah malam pengantin Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan walimah dgn menyajikan roti dan
gandum. Aku pun diutus utk mengundang para shahabatnya. Datanglah
undangan sekelompok demi sekelompok mereka menyantap hidangan kemudian
keluar demikian seterusnya. Aku memanggil semua shahabat beliau hingga
tdk tersisa seorang pun kecuali telah menyantap hidangan. Aku katakan
kepada beliau “Wahai Nabi Allah aku tdk mendapatkan lagi orang yg bisa
aku panggil utk menyantap hidangan walimah ini.” Beliau berkata “Bila
demikian angkatlah makanan kalian.” Di antara para undangan ada tiga
orang yg belum beranjak dari tempat tinggal Nabi mereka asyik
berbincang-bincang hingga tinggal lama di tempat beliau. Beliau pun
bangkit dan keluar. Aku ikut keluar bersama beliau agar orang2 yg masih
tinggal tersebut merasa dan berpikir utk keluar. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berjalan aku pun turut berjalan hingga beliau sampai di
ambang pintu rumah ‘Aisyah radhiallhu ‘anha. Lalu berkata:
“Assalamu`alaikum wa rahmatullahi wahai ahlul bait.” ‘Aisyah menjawab:
“Wa`alaikassalam wa rahmatullah bagaimana engkau dapatkan istrimu yg
sekarang semoga Allah memberkahimu.” Setelah itu beliau mendatangi rumah
istri-istri beliau seluruh dan mengatakan sebagaimana perkataan beliau
kepada ‘Aisyah dan mereka pun mengucapkan kepada beliau semisal dgn
ucapan ‘Aisyah . Beliau menyangka tiga orang yg berada di rumah beliau
telah pergi beliau pun kembali dan aku ikut menyertai sampai beliau
masuk menemui Zainab. Ternyata mereka masih tetap duduk berkumpul di
tempat tersebut belum beranjak pergi. Sementara Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adl orang yg sangat pemalu . Beliau keluar lagi dan aku
tetap menyertai hingga sampai di ambang pintu rumah ‘Aisyah. Lalu
ketika beliau memastikan mereka telah pergi beliaupun kembali dan aku
ikut bersama beliau. Ketika kaki beliau menjejak ambang pintu beliau pun
menutupkan tirai antara aku dan beliau .”
Mungkin ada yg
beranggapan bahwa berhijab ini merupakan perintah yg khusus bagi
ummahatul mukminin tdk berlaku bagi wanita selain mereka. mk kita
tanyakan siapakah yg lbh suci hati daripada Ummahatul Mukminin dan para
shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yg Allah telah
mempersaksikan keimanan mereka dan Dia ridha terhadap mereka? Mereka
diperintah utk berhijab demi lbh menjaga kesucian hati mereka lalu
bagaimana lagi dgn orang2 sekarang yg banyak dikuasai setan? Adakah
mereka mengaku hati mereka lbh suci daripada istri-istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam di dunia dan akhirat sehingga mereka tdk
perlu berhijab?
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata tentang ayat Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi mk mintalah dari
balik tabir. Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan
hati-hati mereka.”
“Hukum yg disebutkan dlm ayat ini berlaku umum
utk istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan selain mereka dari
kalangan wanita-wanita kaum mukminin”
Beliau juga menyatakan: “Ayat
yg mulia ini merupakan nash yg jelas tentang wajib wanita berhijab dan
menutup diri dari lelaki. Allah subhanahu wa ta`ala menjelaskan dlm ayat
ini bahwa berhijab itu lbh suci bagi hati kaum lelaki dan wanita dan
lbh menjauhkan dari perbuatan keji dan sebab-sebabnya. Allah
mengisyaratkan bahwa tdk berhijab merupakan kekotoran dan kenajisan
sedang berhijab merupakan kesucian dan keselamatan.”
Asy-Syaikh
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Sekalipun lafadz
ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
namun hukum umum utk seluruh wanita yg beriman krn perintah berhijab itu
ditetapkan dgn alasan yg dinyatakan Allah ta`ala dgn firman-Nya:
﴿ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.”
Alasan seperti ini jelas berlaku umum mk keumuman alasan menunjukkan keumuman hukumnya.”
Berhijab berarti kemuliaan bagi seorang wanita krn akan membedakan diri
dgn wanita yg tdk baik di samping sebagai penjagaan bagi diri dari
kerusakan dan kejelekan yg semakin merata. Sungguh musuh Islam telah
mengetahui bahwa keluar wanita dgn tabarruj merupakan satu pintu dari
sekian pintu kejelekan dan kerusakan. Dan bila wanita rusak mk akan
rusak pula masyarakatnya. Karena itulah mereka begitu berambisi utk
menanggalkan hijab dari wanita muslimah dan mengoyak tirai malu dgn
berbagai propaganda syaithaniyyah. Dan sedikit banyak mereka bisa
mempengaruhi kaum muslimin dgn propaganda busuk nan berbisa tersebut
hingga kita dapatkan ada kaum muslimin yg merasa “risih” dan “gerah”
bila melihat seorang wanita mengenakan hijabnya. Bahkan ada di antara
kaum muslimin yg mengaku kenal agama ikut berkoar-koar menentang hijab
wallahu al-musta’an .
Wahai wanita mukminah sesungguh hijab itu akan
menjagamu dari pandangan-pandangan beracun yg terlahir dari hati-hati
yg sedang sakit. Dengan berhijab akan memutus selera syahwat para
serigala utk menjerat dan memangsamu. Karena itu jagalah dgn baik
hijabmu dan jangan sekali-kali tertipu dgn propaganda yg berbisa dari
para penipu krn tdk ada yg mereka inginkan darimu kecuali kejelekan
sebagaimana Allah ta`ala berfirman:
﴿وَ يُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهْوَاتِ أَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلاً عَظِيْمًا﴾
“Dan orang2 yg mengikuti syahwat berkeinginan agar kalian berpaling sejauh-jauh dari kebenaran.”
Allah sajalah yg memberi hidayah dan taufik. Wallahu ta`ala a`lam bish-shawab
0 komentar
Posting Komentar